PERKEMBANGAN KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
NAMA :
WIWID SITI HIDAYAH
NIM :
11901106
MAKUL :
MAGANG 1
MEMAHAMI KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
1.
Perkembangan Karakteristik Peserta Didik
Peserta Didik adalah individu yang sedang berkembang. Artinya,
peserta didik mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya. Perubahan tersebut
ada yang diarahkan ke dalam diri sendiri, ada juga berupa penyesuaian diri
terhadap lingkungan.Perkembangan peserta didik merupakan bagian dari pengkajian
atau penerapan psikologi perkembangan dalam bidang pendidikan. Pada bagian ini
akan diuraikan aspek-aspek perkembangan peserta didik sebagai individu yang
berada pada tahap usia sekolah menengah. Peserta didik pada usia sekolah
menengah, sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang, memerlukan
pendidikan, bimbingan dan pengarahan yang tepat untuk mencapai tingkat
perkembangan yang optimal sesuai dengan bakat dan minatnya.
Karakteristik peserta didik yang dibahas pada bagian ini khusus
yang berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, moral,
spritual dan latar belakang sosial budaya.
a. Karakteristik peserta didik yang
berkaitan dengan aspek fisik
Tugas perkembangan adalah berbagai ciri perkembangan yang
diharapkan timbul dan dimiliki setiap individu pada setiap masa dalam periode
perkembangannya. Tugas perkembangan difokuskan pada upaya peningkatan sikap dan
perilaku peserta didik serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan
berperilaku sesuai fasenya.Peserta didik yang berada pada usia remaja, di mana
ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik hormonal yang memunculkan rasa
ketertarikan pada lawan jenis.
Ada perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa remaja,
yaitu meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan
fisik dan psikis, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang diharapkan
oleh kelompok sosial tertentu untuk dimainkannya yang kemudian menimbulkan
masalah, berubahnya minat, perilaku, dan nilai-nilai, bersikap mendua
(ambivalen) terhadap perubahan.Perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak
pada perkembangan fisik, kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada usia remaja
terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat. Tidak hanya pada anggota tubuh
tertentu tetapi juga proporsi tubuh yang semakin besar. Pada perkembangan
seksualitas remaja ditandai dua ciri yaitu seks primer dan seks sekunder.Pada
peserta didik laki-laki ditandai dengan semakin besarnya ukuran testis,
pembuluh mani dan kelenjar prostat semakin besar sehingga organ seks semakin
matang. Pada siswi tumbuhnya rahim, vagina, dan ovarium yang semakin matang,
hormon-hormon yang diperlukan dalam prooses kehamilan dan menstruasi semakin
banyak.Pada peserta didik laki-laki ditandai dengan tumbuhnya kumis, bulu di
sekitar kemaluan dan ketiak serta perubahan suara, semakin besarnya jakun. Pada
peserta didik perempuan ditandai dengan tumbuhnya rambut pubik atau bulu di
sekitar kemaluan dan ketiak, bertambah besarnya buah dada, bertambah besarnya
pinggul. Kemampuan psikomotorik berkaitan dengan keterampilan motorik yang
berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi
antara syaraf dan otak. Untuk jenjang pendidikan SMK, mata pelajaran yang
banyak berhubungan denganranah psikomotor adalah pendidikan jasmani, olahraga
dan kesehatan, seni budaya, fisika, kimia, biologi, dan keterampilan. Dengan
kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah
psikomotoradalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam
kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun
hanya sedikit bila dibandingkan dengan ranah psikomotor. Perkembangan
psikomotorik yang dilalui oleh peserta didik SMK memiliki kekhususan yang
antara lain ditandai dengan perubahan-perubahan ukuran tubuh, ciri kelamin yang
primer dan sekunder. Perubahan-perubahan tersebut dikelompokkan dalam dua
kategori besar, yaitu percepatan pertumbuhan dan proses kematangan seksual yang
bersifat kualitatif dan kuantitatif. Perubahan-perubahan fisik tersebut
merupakan gejala umum dalam pertumbuhan peserta didik. Perubahan-perubahan
fisik tersebut bukan hanya berhubungan dengan bertambahnya ukuran tubuh dan
berubahnya proporsi tubuh, akan tetapi juga meliputi ciri-ciri yang terdapat
pada kelamin primer dan sekunder. Peubahan perubahan yang dialami peserta didik
mempengaruhi perkembangan tingkah laku yang ditampakkan pada perilaku yang
canggung dalam proses penyesuaian diri, isolasi diri dan pergaulan, perilaku
emosional, imitasi berlebihan, dan lain-lain.
Masa remaja merupakan salah
satu diantara dua masa rentangan kehidupan individu, dimana terjadi pertumbuhan
fisik yang sangat pesat. Masa pertama yang terjadi pada fase pranatal dan bayi.
Bagian-bagian tubuh tertentu pada tahun-tahun permulaan kehidupan secara
proporsional terlalu kecil, namun pada masa remaja proporsionalnya menjadi
terlalu besar, karena terlebih dahulu mengalami kematangan daripada
bagian-bagian yang lain. Pada masa remaja akhir, proporsi tubuh individu
mencapai proporsi tubuh orang dewasa dalam semua bagiannya. Dalam perkembangan
seksualitas remaja ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer dan
ciri-ciri seks sekunder.
b.
Karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek intelektual
Kemampuan kognitif peserta didik terus berkembang selama masa
pendidikan bahkan setelah usia sekolah pun pengembangan kognitif masih memungkinkan
untuk dilanjutkan. Akan tetapi belum tentu semua perubahan kognitif mengarah
pada peningkatan kemampuan intelektual. Kadang-kadang ada kemampuan kognitif
yang mengalami kemerosotan seiring dengan pertambahan usia. Beberapa ahli
percaya, bahwa kemunduran keterampilan kognitif terjadi juga pada masa remaja
akhir.Kemunduran tersebut dapat dicegah atau ditingkatkan kembali melalui
serangkaian pelatihan.Perkembangan kognitif pada usia remaja sampai dengan masa
dewasa awal, dikemukakan oleh Schaie (1997). Sebagai contoh, pada masa dewasa
awal terdapat perubahan dari mencari pengetahuan menuju penerapan ilmu
pengetahuan. Menerapkan pengetahuan yang sudah diketahui, khususnya dalam hal
penentuan karier dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pernikahan dan hidup
berkeluarga.
Perkembangan kognitif menurut Piaget, dimana masa remaja sudah
mencapai tahap operasi formal (operasi = kegiatan-kegiatan mental tentang
berbagai gagasan). Berlainan dengan cara berpikir anak-anak yang tekanannya
kepada kesadaran sendiri disini dan sekarang, cara berpikir remaja berkaitan
dengan dunia kemungkinan. Remaja mampu menggunakan abstraksi dan mampu
membedakan yang nyata dan konkrit dengan yang abstrak dan mungkin.Kemampuan
untuk menguji hipotesis dan bernalar secara ilmiah. Remaja mampu memikirkan
tentang masa depan dengan membuat perencanaan dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan
untuk mencapainya. Remaja sudah menyadari tentang aktivitas kognitif dan mekanisme
yang membuat proses kognitif tersebut lebih efisien. Melakukan introspeksi
(pengujian diri) menjadi bagian kehidupan sehari[1]hari.Berpikir operasi
formal memungkinkan terbukanya topik-topik baru dan ekspansi berpikir. Itu akan
menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya.
Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat
Belajar”. Ketika dia mengikuti pendidikan dan pelatihan “Strategi Belajar
Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat
Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti pendidikan dan
pelatihan “Strategi Belajar Mengajar”.
c.
Karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek emosional
Masa remaja merupakan puncak perkembangan emosionalitas, yaitu
perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama organ seksual
mempengaruhi perkembangan emosi dan dorongan baru yang dialami sebelumnya
seperti perasaan cinta. Pada usia remaja awal, perkembangan emosinya
menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai
peristiwa, emosinya bersifat negatif dan temperamental. Sedangkan remaja akhir
sudah mampu mengendalikan emosinya. Mencapai kematangan emosional merupakan
tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja.
Proses pencapaian kematangan emosi dipengaruhi oleh kondisi sosio[1]emosional
lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.Pada masa
ini, tingkat karakteristik emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya.
Gejala-gejala emosional para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut,
bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu
dicermati dan dipahami dengan baik.
Pendidik perlu mengetahui setiap aspek yang berhubungan dengan
perubahan pola tingkah laku dalam perkembangan remaja, serta memahami aspek
atau gejala tersebut sehingga dapat melakukan komunikasi yang baik dengan
remaja. Perkembangan pada masa remaja merupakan suatu titik yang mengarah pada
proses dalam mencapai kedewasaan. Perkembangan peserta didik usia remaja
sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses
perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode
transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa
tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya
remaja sudah tidak mau dikatakan sebagai anak[1]anak tetapi tidak mau
disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat
sebagai orang dewasa.
d.
Karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek moral
Perkembangan moral remajasesuai dengan tingkat perkembangan kognisi
yang mulai mencapai tahapan berpikir operasional formal, kemampuan berpikir
abstrak, memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis. Pemikiran remaja
tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada
sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa,1988).
Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan tumbuhnya
kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena
dianggap sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggung jawabkan
secara pribadi (Monks, 1988). Perkembangan moral remaja yang demikian, menurut
Kohlberg sudah mencapai tahap konvensional. Pada akhir masa remaja seseorang
akan memasuki tahap perkembangan pemikiran moral yang disebut tahap
pascakonvensional, di mana orisinilitas pemikiran moral remaja sudahsemakin
jelas.Pemikiran moral remaja berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak
tergantung lagi pada pendapat atau pranata yang bersifat konvensional.
Melalui pengalaman atau interaksi sosial dengan orang tua, guru,
teman sebaya atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas remaja semakin matang
dibandingkan dengan pada usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang
nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas seperti kejujuran, keadilan,
kesopanan, dan kedisiplinan.Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku
bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi juga psikologisnya (rasa
puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang
perbuatannya).
Keragaman tingkat moral remaja disebabkan oleh faktor penentunya
yang beragam juga. Salah satu faktor penentu atau yang mempengaruhi
perkembangan moral remaja itu adalah orangtua. Manurut Adam dan Gullotta (183:
172-173) terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orangtua
mempengaruhi nilai remaja, yaitu sebagai berikut:
1)
terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat moral remaja dengan tingkat moral
orangtua (Haan, Langer & Kohlberg, 1976),
2)
Ibu-ibu
dari anak remaja yang tidak nakal mempunyai skor yang lebih tinggi dalam
tahapan nalar moralnya daripada ibu-ibu yang anaknya nakal, dan remaja yang
tidak nakal mempunyai skor lebih tinggi dalam kemampuan nalar moralnya daripada
remaja yang nakal (Hudgins & Prentice, 1973) dan
3)
terdapat
dua faktor yang dapat meningkatkan perkembangan moral anak atau remaja , yaitu
:a) orangtua yang mendorong anak untuk berdiskusi secara demokratik dan terbuka
mengenai berbagai isu, dan orangtua yang menerapkan disiplin terhadap anak
dengan teknik berpikir induktif (Parikh, 1980).
Para remaja sering bersikap kritis, menentang nilai-nilai dan dasar
hidup orang tua dan orang dewasa lainnya. Akan tetapi mereka tetap menginginkan
suatu sistem nilai yang akan menjadi pegangan dan petunjuk bagi perilaku
mereka. Bagi anak remaja, moral merupakan suatu kebutuhan untuk menumbuhkan
identitas dirinya menuju kepribadian yang matang dan menghindarkan diri dari
konflik yang sering terjadi. Nilai agama juga perlu mendapat perhatian, karena
agama juga mengajarkan tingkah laku yang baik dan buruk.
Apa yang terjadi didalam diri pribadi seseorang hanya dapat
diketahui dengan cara mempelajari gejala dan tingkah laku seseorang tersebut
atau membandingkannya dengan gejala serta tingkah laku orang lain. Tidak semua
individu mencapai tingkat perkembangan moral seperti yang diharapkan. Adapun
upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap
remaja antara lain, melalui komunikasi dan menciptakan lingkungan yang serasi.
Usaha pengembangan tingkah laku nilai hidup hendaknya tidak hanya mengutamakan
pendekatan-pendekatan intelektual semata, tetapi juga harus mengutamakan adanya
lingkungan yang kondusif di mana faktor-faktor lingkungan merupakan penjelmaan
nyata dari nilai[1]nilai
hidup tersebut.
e.
Karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek spritual
Kata spiritual berasal dari bahasa Inggris yaitu ‘spirituality’
yang kata dasarnya ‘spirit’ yang berarti ruh, jiwa, semangat. Kata ‘spirit’
berasal dari bahasa latin ‘spiritus’ yang berarti luas atau dalam, keteguhan
hati atau keyakinan, energy atau semangat. Kata sifat ‘spiritual’ berasal dari
bahasa latin ‘spiritualis’. Hubungan antara spiritual dan religius.
Spiritualitas adalah kesadaran tentang diri dan individu, asal, tujuan, dan
nasib, sedangkan religius merupakan serangkaian produk perilaku tertentu yang
dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan Konsep kepercayaan mempunyai dua
pengertian: 1. Kepercayaan, didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan
lembaga keagamaan seperti Islam, Kristen. dsb. 2. Kepercayaan didefinisikan
sebagai sesuatu yang berhubungan dengan ketuhanan, kekuatan tertinggi, yang
mempunyai wewenang atau kuasa yang memberikan alasan tentang keyakinan
(believe) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope). Perkembangan
spiritual lebih spesifik membahas tentang kebutuhan manusia terhadap agama.
Perkembangan spiritual diartikan sebagai tahap dimana seseorang (peserta didik)
untuk membentuk kepercayaan yang berhubungan dengan religi atau adat..
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan spiritual agama:
1)
Pembawaan.
Yaitu karakteristik dari orang itu sendiri, dasar pemikiran dari individu
berdasarkan kepercayaan dan budaya yang dimilikinya.
2)
Lingkungan
keluarga. Keluarga sangat menentukan perkembangan spiritual anak karena orang
tualah yang berperan sebagai pendidik atau keyakinan yang mendasari anak.
3)
Lingkungan
sekolah. Pendidikan keagamaan yang diterapkan di sekolah dapat mempengaruhi
perkembangan spiritual anak, karena dengan adanya pendidikan agama anak akan
mulai berpikir secara logika dan menentukan apa yang baik dan tidak bagi
dirinya dan kelak akan menjadi karakter anak tersebut.
4)
Lingkungan
masyarakat. Keberadaan yang ada di budaya masyarakat akan mempengaruhi
perkembangan anak. Apakah perkembangannya menuju arah yang baik (positif dan
yang negatif) itu semua tergantung pada bagaimana cara anak berinteraksi dengan
masyarakat.
Beberapa Karakteristik tersebut antara lain:
- Kecenderungan sikap bimbang, antara keinginan menyendiri dengan
keinginan bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan
bimbingan dan bantuan dari orangtua.
- Senang membandingkan
kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam
kehidupan orang dewasa.
- Mulai mempertanyakan secara tidak yakin akan keberadaan dan sifat
kemurahan dan keadilan Tuhan
- Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Memiliki sikap dan perilaku beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
yang Maha Esa
REFERENSI
Komentar
Posting Komentar